
Ada sebuah ungkapan ang terkenal dari seorang sejarawan
Indonesia yaitu Dr. Kuntowijoyo. Beliau
mengatakan bahwa “Orang tidak akan belajar sejarah kalau tidak ada gunanya.
Kenyataan bahwa sejarah terus ditulis orang, disemua peradaban dan disepanjang
waktu, sebenarnya cukup menjadi bukti bahwa sejarah itu perlu.”
Ada beberapa guna sejarah dalam kehidupan ini. Namun banyak sekali
pendapat mengenai guna sejarah. Karena sejarah adalah sebuah harta karun yang
akan menjadi pijakan hidup untuk masa kini dan masa depan, maka banyak yang
memberikan pendapatnya tentang guna sejarah. Berikut beberapa tokoh yang berpendapat
akan guna sejarah beserta penjelasannya dari argumennya;
Dr. Kuntowijoyo
Kuntowojoyo membagi guna sejarah menjadi dua, yaitu guna intrinsik
dan ekstrinsik. Secara intrinsik sejarah berguna sebagai pengetahuan. Sedangkan
secara ekstrinsik sejarah berguna sebagai pendidikan.
Lebih jauh kuntowijoyo menjelaskan guna sejarah tersebut di dalam
bukunya “Pengantar Ilmu Sejarah” bahwa;
Guna Intrinsik ada setidaknya empat hal yaitu; (1)sejarah sebagai
ilmu, (2) sejarah sebagai cara mengetahui masa lampau, (3)sejarah sebagai
pernyataan pendapat, dan (4)sejarah sebagai profesi.[1]
Sedangkan guna ekstrinsik, sejarah dapat digunakan sebagai liberal
education atau sebagai pendidikan, yaitu sebagai; pendidikan moral,
pendidikan penalaran, pendidikan politik, pendidikan kebijakan, pendidikan
perubahan, pendidikan masa depan, pendidikan keindahan, dan sebagai ilmu bantu.
Kuntowijoyo menambahkan, selain sebagai pendidikan sejarah juga berguna
sebagai; latar belakang, rujukan, dan bukti. [2]
Drs. Wahid Siswoyo
Dalam seminar sejarah di salah satu Kampus di Jakarta, dengan judul
“Fungsi dan Guna Sejarah” beliau mengemukakannya sebagai berikut;[3]
a)
Sejarah sebagai penggelaran dari kehendak Tuhan
mempunyai nilai yang vital; orang akan menjadi yakin dan sadar bahwa segala
sesuatu itu pada hakikatnya ada pada-Nya. Manusia hanya bisa merencanakan
tetapi Tuhanlah yang menentukan.
b)
Dari sejarah diperoleh suatu norma tentang baik
dan buruk, dari sebab itu mempunyai teachability (pengajaran) dan impact
(pengaruh yang kuat) bagi perkembangan jiwa anak-anak. Sejarah dapat
dipandang sebagai educator (pendidik) dan inspirer (inspirator). Jadi sejarah
mempunyai pengaruh bagi watak dan pribadi.
c)
Sejarah memperkenalkan hidup yang nyata dengan
menyatakan personal dan social value, karena sejarah menerangkan gambaran
tentang tingkah laku, cara hidup, serta cita-cita dan pelakunya.
d)
Sejarah jiwa-jiwa yang besar dan pahlawan menanamkan
rasa cinta tanah air, nasionalisme, patriotisme dan watak-watak yang kuat.
e)
Sejarah dalam lingkungan tata tertib
intelektual dapat membuka pintu kebijakan, daya kritik yang dalam, melatih
untuk teliti dalam pengertian, memisahkan yang tak penting dari yang penting,
membedakan propaganda dengan kebenaran.
f)
Sejarah mengembangkan pengertian yang luas
tentang warisan kebudayaan umat manusia.
g)
Sejarah memberi gambaran tentang keadaan
sosial, ekonomi, politik, dan kebudayaan dari berbagai bangsa di dunia.
h)
Sejarah dapat menumbuhkan rasa nasionalisme
i)
Sejarah yang mempunyai fungsi pedagogis dan
merupakan alat bagi pendidikan membutuhkan pedoman atau pegangan yang dapat
digunakan untuk mencapai cita-cita pendidikan nasional
Ibnu Khaldun
Dalam buku fenomenalnya yaitu ”Mukaddimah” beliau
menjelaskan fungsi dan guna sejarah dari sudut pandang islam sebagai jalan
hidup. Karena memang dalam islam sejarah mendapat porsi penting di dalam
kehidupan islam. Bahkan sejarah digunakan Allah Swt dalam menjelaskan perintah,
larangan, bahkan aturan serta ketentuannya.
Ibnu Khaldun menerangkan bahwa ilmu sejarah merupakan yang mulia
madzhabnya, besar manfaatnya, dan bertujuan agung. Ilmu sejarah meyebabkan kita
dapat mengetahi perilaku dan akhlak umat-umat terdahulu, jejak-jejak para Nabi,
para raja dengan pelitik dan kerajaan mereka sehingga dapat dijadikan pelajaran
oleh oran-orang yang mengambil pelajaran, baik dalam urusan dunia maupun urusan
akhirat.[4]
[1] Dr
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu sejarah, Yogyakarta: : Yayasan Bentang
Budaya, 1995. Hlm 19-20
[2] Disadur
dari ibid. hlm 24-35
[3] Disadur
dari Hugiono & Poerwantana P.K., Pengantar Ilmu Sejarah, Jakarta: PT
Bina Aksara, 1987. Hlm 7-8
[4] Ibnu
Khaldun, Mukaddimah – terjemahan, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001
0 komentar:
Posting Komentar