--untuk para pencari mutiara sejarah--

Sabtu, 16 Januari 2016

SEJARAH UNTUK APA?


Ada sebuah ungkapan ang terkenal dari seorang sejarawan Indonesia  yaitu Dr. Kuntowijoyo. Beliau mengatakan bahwa “Orang tidak akan belajar sejarah kalau tidak ada gunanya. Kenyataan bahwa sejarah terus ditulis orang, disemua peradaban dan disepanjang waktu, sebenarnya cukup menjadi bukti bahwa sejarah itu perlu.”
Ada beberapa guna sejarah dalam kehidupan ini. Namun banyak sekali pendapat mengenai guna sejarah. Karena sejarah adalah sebuah harta karun yang akan menjadi pijakan hidup untuk masa kini dan masa depan, maka banyak yang memberikan pendapatnya tentang guna sejarah. Berikut beberapa tokoh yang berpendapat akan guna sejarah beserta penjelasannya dari argumennya;
Dr. Kuntowijoyo
Kuntowojoyo membagi guna sejarah menjadi dua, yaitu guna intrinsik dan ekstrinsik. Secara intrinsik sejarah berguna sebagai pengetahuan. Sedangkan secara ekstrinsik sejarah berguna sebagai pendidikan.
Lebih jauh kuntowijoyo menjelaskan guna sejarah tersebut di dalam bukunya “Pengantar Ilmu Sejarah” bahwa;
Guna Intrinsik ada setidaknya empat hal yaitu; (1)sejarah sebagai ilmu, (2) sejarah sebagai cara mengetahui masa lampau, (3)sejarah sebagai pernyataan pendapat, dan (4)sejarah sebagai profesi.[1]
Sedangkan guna ekstrinsik, sejarah dapat digunakan sebagai liberal education atau sebagai pendidikan, yaitu sebagai; pendidikan moral, pendidikan penalaran, pendidikan politik, pendidikan kebijakan, pendidikan perubahan, pendidikan masa depan, pendidikan keindahan, dan sebagai ilmu bantu. Kuntowijoyo menambahkan, selain sebagai pendidikan sejarah juga berguna sebagai; latar belakang, rujukan, dan bukti. [2]

Drs. Wahid Siswoyo
Dalam seminar sejarah di salah satu Kampus di Jakarta, dengan judul “Fungsi dan Guna Sejarah” beliau mengemukakannya sebagai berikut;[3]
a)    Sejarah sebagai penggelaran dari kehendak Tuhan mempunyai nilai yang vital; orang akan menjadi yakin dan sadar bahwa segala sesuatu itu pada hakikatnya ada pada-Nya. Manusia hanya bisa merencanakan tetapi Tuhanlah yang menentukan.
b)    Dari sejarah diperoleh suatu norma tentang baik dan buruk, dari sebab itu mempunyai teachability (pengajaran) dan impact (pengaruh yang kuat) bagi perkembangan jiwa anak-anak. Sejarah dapat dipandang sebagai educator (pendidik) dan inspirer (inspirator). Jadi sejarah mempunyai pengaruh bagi watak dan pribadi.
c)    Sejarah memperkenalkan hidup yang nyata dengan menyatakan personal dan social value, karena sejarah menerangkan gambaran tentang tingkah laku, cara hidup, serta cita-cita dan pelakunya.
d)    Sejarah jiwa-jiwa yang besar dan pahlawan menanamkan rasa cinta tanah air, nasionalisme, patriotisme dan watak-watak yang kuat.
e)    Sejarah dalam lingkungan tata tertib intelektual dapat membuka pintu kebijakan, daya kritik yang dalam, melatih untuk teliti dalam pengertian, memisahkan yang tak penting dari yang penting, membedakan propaganda dengan kebenaran.
f)     Sejarah mengembangkan pengertian yang luas tentang warisan kebudayaan umat manusia.
g)    Sejarah memberi gambaran tentang keadaan sosial, ekonomi, politik, dan kebudayaan dari berbagai bangsa di dunia.
h)   Sejarah dapat menumbuhkan rasa nasionalisme
i)     Sejarah yang mempunyai fungsi pedagogis dan merupakan alat bagi pendidikan membutuhkan pedoman atau pegangan yang dapat digunakan untuk mencapai cita-cita pendidikan nasional

Ibnu Khaldun
Dalam buku fenomenalnya yaitu ”Mukaddimah” beliau menjelaskan fungsi dan guna sejarah dari sudut pandang islam sebagai jalan hidup. Karena memang dalam islam sejarah mendapat porsi penting di dalam kehidupan islam. Bahkan sejarah digunakan Allah Swt dalam menjelaskan perintah, larangan, bahkan aturan serta ketentuannya.
Ibnu Khaldun menerangkan bahwa ilmu sejarah merupakan yang mulia madzhabnya, besar manfaatnya, dan bertujuan agung. Ilmu sejarah meyebabkan kita dapat mengetahi perilaku dan akhlak umat-umat terdahulu, jejak-jejak para Nabi, para raja dengan pelitik dan kerajaan mereka sehingga dapat dijadikan pelajaran oleh oran-orang yang mengambil pelajaran, baik dalam urusan dunia maupun urusan akhirat.[4]



[1] Dr Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu sejarah, Yogyakarta: : Yayasan Bentang Budaya, 1995. Hlm 19-20
[2] Disadur dari ibid. hlm 24-35
[3] Disadur dari Hugiono & Poerwantana P.K., Pengantar Ilmu Sejarah, Jakarta: PT Bina Aksara, 1987. Hlm 7-8
[4] Ibnu Khaldun, Mukaddimah – terjemahan, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001
Share:

0 komentar:

Posting Komentar