--untuk para pencari mutiara sejarah--

Senin, 25 Januari 2016

Al-qur’an Menyuruh untuk Belajar Sejarah


Al-Qur’an merupakan pedoman dan petunjuk paling utama dan fundamental bagi umat islam. Sebagai pedoman, Al-Qur’an adalah rujukan bagi umat untuk membentuk pribadi, kelompok maupun bangsa untuk diakui mulia oleh Sang Pemilik alam semesta. Dampak kemuliaan hidup manusia tidak hanya akan dirasakan oleh individu-individu tertentu saja, melainkan juga oleh seluruh alam semesta kecuali yang menentangnya. Sekali lagi, Al-Qur’an adalah petunjuk hidup manusia, maka sedah seharusnya manusia menjadikannya sebagai pedoman dalam hidupnya, tidak hanya digunakan ketika sujud kepada Tuhan-nya tapi juga digunakan untuk seluruh aktivitasnya mulai dari hal terkecil hingga terbesar, paling sederhana hingga yang kompleks.

Dalam membentuk individu maupun masyarakat banyak yang memiliki kualitas hidup yang baik maka Alqur’anlah jawabannya, tentu Alqur’an harus dijadikan sumber utama semua sistem hidup manusia.

Lalu bagaimana cara Al-Qur’an mengajarkan tentang cara hidup yang baik? Ternyata dengan menyajikannya dalam bentuk Kisah atau Sejarah!

Dalam al-Qur’an, surat yang pertama adalah surat al-Fâtihah, yang merupakan bagian pembuka atau pendahuluan. Surat ini merupakan surat yang paling sering dibaca, bahkan surat ini biasanya dihafal terlebih dahulu oleh masyarakat sebelum surat-surat yang lain. Di dalamnya mengandung do’a, sehingga merupakan do’a yang sering dipanjatkan oleh umat muslim, setidaknya tujuh belas kali sehari semalam, yakni pada saat melakukan shalat fardhu.

Pesan tersirat tentang perintah untuk belajar sejarah sangat kuat terlihat dalam surat al-Fâtihah ini. Hal tersebut tampak pada ayat 6 dan 7 yang artinya sebagai berikut :
"Tunjukilah kami jalan yang lurus. (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat."[1]

Inilah do’a yang sering kaum muslimin memanjatkannya dalam sehari-hari. Awal surat dalam al-Qur'an itu ternyata menyiratkan perintah untuk belajar sejarah dan mengetahui secara historis tentang generasi masa lampau. Mungkin banyak yang tidak sadar, walaupun setiap hari setiap Muslim pasti mengucapkannya, tetapi banyak yang tidak memiliki kesadaran untuk membaca, mengkaji, mendalami sejarah Islam. Sehingga hasil akhirnya tidak dapat diperoleh, karena tidak dapat petunjuk tentang siapa dan bagaimana sepak terjang atau kiprah orang-orang terdahulu yang diberi nikmat oleh Allah SWT, dimurkai, dan sesat.

Pada ayat yang ketujuh dari surat al-Fâtihah ini perintah tersirat untuk belajar sejarah itu bisa kita dapatkan. Ada tiga kelompok yang disebutkan dalam ayat terakhir ini: (1) Kelompok yang telah diberi nikmat oleh Allah; (2) Kelompok yang dimurkai Allah (3) Kelompok yang sesat. Ketiga kelompok ini adalah generasi yang telah berlalu, generasi di masa lalu yang telah mendapatkan satu dari ketiga hal tersebut.
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya[2] menjelaskan bahwa kelompok pertama  (yang diberi nikmat oleh Allah) adalah: para Nabi, para shiddiqin, para syuhada' dan para shalihin, semua yang hadir dalam dalam do’a, mereka yang telah meninggal, yang dijelaskan lebih detail dalam Surat an-Nisâ: 69-70.

“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin[3], orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui.”

Ini adalah pesan tersirat pertama agar umat Islam rajin melihat sejarah hidup mereka. Untuk tahu dan bisa meneladani mereka, agar bisa mengetahui nikmat seperti apakah yang mereka rasakan sepanjang hidupnya, sehingga bisa mengikuti jalan lurus yang pernah mereka tempuh sekaligus bisa merasakan nikmat yang telah mereka rasakan. Hebatnya perjalanan hidup mereka tercatat rapi dalam sejarah.

Imam Ibnu Katsir  kembali menjelaskan[4] bahwa mereka yang mendapat nikmat adalah mereka yang berhasil menggabungkan antara ilmu dan amal. Adapun kelompok kedua (kelompok yang dimurkai) adalah kelompok yang mempunyai ilmu tetapi kehilangan amal, sehingga mereka dimurkai. Kelompok ini diwakili oleh Yahudi. Sedangkan kelompok ketiga (kelompok yang sesat) adalah masyarakat Nasrani.
Ada banyak kisah yang dipaparkan al-Qur’an dengan tujuan untuk mendidik, bukan semata untuk bercerita, untuk memberikan pelajaran moral, untuk mengajarkan bahwa di masa lalu Tuhan selalu memberikan balasan pahala kepada orang-orang baik dan menghukum orang-orang jahat. Keragaman kisah itu misalnya tentang kisah Nabi Yusuf as yang merupakan kisah yang paling menarik dan paling realis, atau jawaban Nabi Ibrahim as dalam mengajak kaumnya untuk menyembah Tuhan yang Esa.[5]

Dalam al-Qur’an setidaknya sepertiga isinya menceritakan tentang sejarah dan kisah-kisah perjalanan umat terdahulu serta pelajaran dari sejarah bangsa-bangsa. Inilah cara Allah SWT mengajarkan hambanya untuk menjadi manusia yang mulia, yaitu dengan melihat kesudahan orang-orang terdahulu. Tentu semua sejarah itu mengandung ibroh atau hikmah sebagai pijakan umat yang hidup hari ini, supaya dapat melalui jalan yang benar.
Dari banyaknya ayat Qur’an yang berbicara tentang sejarah menjadi bukti bahwa sejarah itu penting untuk dipelajari sampai pada akar-akarnya dan sebagai cerminan bagi kehidupan di masa yang akan datang.

Terakhir, bahwa sebenarnya sejarah yang diajarkan oleh Allah lewat Al-Qur’an pada intinya ingin menyampaikan prinsip dasar bahwa manusia yang hidup dari pertama diciptakan hingga saat ini, cuma terbagi menjadi dua golongan yaitu (1) yang mengikuti Al-Qur’an dan (2) yang tidak mengikuti Al-Qur’an. Sehingga kepada manusia yang hidup saat ini hanya ada dua pilihan, mengikuti kebenaran atau mengikuti kebatilan.


Penulis: Wahyu Indarto
Dari berbagai sumber;

Al-Qur’anul Kariim
Philip K. Hitti, History of the Arabs. (terjemah) (Jakarta : Serambi Ilmu Semesta, 2010)
Tafsir Ibnu Katsir Juz 1. Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2004





[1] Ihdina (tunjukilah kami), dari kata hidayaat: memberi petunjuk ke suatu jalan yang benar. Yang dimaksud dengan ayat ini bukan sekedar memberi hidayah saja, tetapi juga memberi taufik. Yang dimaksud dengan mereka yang dimurkai dan mereka yang sesat ialah semua golongan yang menyimpang dari ajaran Islam. Lihat Al-Qur’anul Kariim.
[2] Tafsir Ibnu Katsir Juz 1. Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2004. halaman 35
[3] Ialah: orang-orang yang amat teguh kepercayaannya kepada kebenaran Rasul, dan inilah orang-orang yang dianugerahi nikmat sebagaimana yang tersebut dalam surat Al Faatihah ayat 7.
[4] Tafsir Ibnu Katsir Juz 1. Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2004. halaman 36
[5] Philip K. Hitti, History of the Arabs. (terjemah) (Jakarta : Serambi Ilmu Semesta, 2010), hlm. 157.
Share:

2 komentar: