--untuk para pencari mutiara sejarah--

Minggu, 31 Januari 2016

Fungsi Sejarah menurut Al-Qur’an



Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

“Perhatikan sejarahmu untuk masa depanmu”, itulah ungkapan yang bisa kita ambil dari ayat diatas.

Sebenarnya, saat manusia hidup saat ini. Mereka tanpa sadar sedang menjalani proses demi menciptakan sejarahnya sendiri. Sebab, apa yang hari ini kita lakukan akan menjadi sejarah dimasa mendatang. Begitupun juga dengan suatu kaum atau bangsa, sejatinya sedang menciptakan sejarahnya untuk generasi penerusnya.

Sungguh bahwa manusia pada dasarnya Allah ciptakan dimuka bumi ini dengan suatu fungsi yang amat mulia yaitu sebagai khalifah. Khalifah artinya adalah pengganti atau dalam maknanya “yang datang setelahnya”. Layaknya sebuah pohon yang dalam kehidupannya terus ber-regenerasi tanpa henti, hingga Allah Swt berkenan memusnahkannya dari bumi ini. Bibit yang dihasilkan sebuah pohon tidak hanya satu bahkan ratusan atau ribuan. Namun setiap bibit memiliki pertumbuhan yang berbeda. Ada bibit yang dari awal tumbuh tidak subur, ada yang subur hingga menjadi tumbuhan yang lebat. Disini dapat diambil penegasan bahwa setiap bibit yang lahir, telah menciptakan sejarahnya sendiri.

Perumpamaan ini ternyata sama dengan kehidupan manusia. Manusia yang lahir dengan status sebagai “pengganti” (khalifah). Maka secara tak langsung manusia memiliki tugas yaitu “menciptakan perubahan sejarah”. Namun perlu difahami bahwa untuk menciptakan sejarah, perlu sekali menengok sejarah masa lalu pendahulu yang telah tiada. Setidaknya generasi terdahulu telah menciptakan sejarahnya sendiri, namun sejarah mereka mengandung ibroh yang dahsyat.

Melihat dari generasi sebelumnya telah tercatat berbagai macam karakter dan jalan hidup mereka, sehingga jalan tadilah yang menentukan benar-tidaknya perjalanan mereka.

Al-qur’an telah memberikan gambaran tentang bagaimana kesudahan orang-orang terdahulu dengan sejarah yang mereka buat. Hingga oleh Allah SWT dibagi menjadi tiga karakter, yaitu (1) yang diberi nikmat (diridhoi), (2) dimurkai, dan (3) disesatkan. Sesungguhnya ini disebabkan karena jalan hidup yang mereka tempuh. Tentunya hal inilah yang harus dijadikan ibroh bagi yang hidup hari ini dan yang akan datang. Sebagai contoh, jika karakter dan jalan hidup kita seperti orang-orang yang diber nikmat maka kita akan menutup lembaran sejarah yang kita buat ini dengan keridhoan Sang Maha Khalik, sebaliknya jika jalan hidup kita seperti orang-orang yang dimurkai dan sesat, maka kesudahannya adalah azab dan kehinaan di dunia dan akhirat.

Sebab itu, sejarah adalah kacamata yang cocok untuk melihat bagaimana seharusnya menjadi generasi pengganti yang baik. Tapi yang sangat fundamental disini adalah bahwa Al-Qur’an dan Al-Hadits harus dijadikan pedoman dalam semua itu. Sebab, sepertiga isi Qur’an berisi tentang kisah. Dengan demikian, betapa berkepentingannya kita terhadap kajian-kajian kesejarahan dalam kedua sumber tersebut. Menangkap pesan-pesan sejarah untuk menciptakan sejarah, untuk mengetahui “pohon sejarah” apa yang sedang dibuat. “Kasyajaratin thayyibah” pohon sejarah yang sukses dengan pondasi akar yang kuat, batang yang menjulang dan ranting yang rindang serta buah sejarah yang bisa dinikmati sepanjang musim. “Kasyajaratin khabisyah” pohon sejarah yang rapuh, akar yang tercabut dari  bumi, tidak ajeg dalam hidup yang akhirnya mudah runtuh dan rubuh.

Ketika petunjuk Allah digunakan sebagai pedoman, ia diibaratkan sebagai “pelita kaca” yang bercahaya seperti mutiara dan dinyalakan dengan bahan bakar min syajaratin mubarakah (Q.S. 24: 35). Sementara, bagi yang mencoba menciptakan sejarah dengan menjauhkan dirinya dari petunjuk Allah, hasilnya hanyalah akan menumbuhkan sebatang “pohon pahit” (Q.S. 37: 62, 64 dan Q.S. 44: 43).

Mengapa Allah memberikan rumusan, untuk memperoleh masa depan, harus menoleh kemasa lalu? Ada apa kisah sejarah dalam Al-Quran dapat digunakan sebagai pedoman untuk “Mengubah Sejarah” ditempat berbeda, dan waktu yang tidak sama? Sungguh sejarah memberikan Mau’idzah (pelajaran) yang membuat umat Islam dzikra (sadar) sebagai aktor sejarah, untuk menciptakan sejarah yang benar.

Dan semua kisah dari Rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman. (Q.S 11: 120)

Pohon kehidupan di muka bumi ini telah Allah tanam sejak Allah menciptakan Adam a.s dan Ibnu Adam (keturunannya) untuk mengemban amanah penegakan kekuasaan Allah di bumi sebagai Khalifah Allah, wakil atau mandataris Allah. Inilah pohon kehidupan yang dikehendaki oleh Sang Maha Pencipta Raja seluruh Alam semesta. Pohon “Kasyajaratin thayyibah”.

Jadi, setidaknya ada 4 fungsi sejarah dalam Al-Qur’an, QS Hud : 120;

Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman. (Q.S 11: 120)

1.    Sejarah berfungsi sebagai Peneguh Hati

Dalam bahasa Al-Qur’an, Allah menegaskan bahwa Dia telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal sholeh, akan menjadikan mereka sebagai penguasa di muka bumi, Allah akan meneguhkan dien (agama) yang diridhoinya, dan mengganti rasa takut dengan rasa aman.  Semuanya tercantum dalam QS an-Nur ayat 55 sebagai berikut :

Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan kebajikan bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka. Dan Dia benar-benar akan mengubah (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan aku. dan Barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka Itulah orang-orang yang fasik.

Dengan sejarah Orang-orang yang senantiasa diatas jalan kebenaran akan merasa teguh dan yakin sepenuhnya, bahwa apa yang sedang dikerjakan tidaklah sis-sia, dan justru akan membawa keberuntungan.

Keteguhan hati ini membuat para mu’minin semakin tidak tergoyahkan dan semakin solid, bahkan tidak takut akan intimidasi dari par musuh-musuhnya. Sebab disitu ada peran Allah langsung dalam menjaga hati orang-orang mukmin.

2.    Sejarah berfungsi  sebagai pengajaran

Sejarah merupakan pendidikan (Mau’idzah) Allah terhadap kaum muslimin, sebagai peringatan dalam menjalani sunnah Rasul. Pelajaran yang Allah berikan dengan tujuan melahirkan sosok ummat yang memiliki kualitas mu’min, mujahid, istiqomah, shalihun dan shabirun. Ummat yang memiliki kualitas seperti ini baru bisa diperoleh melalui interaksi dan keterlibatan diri secara langsung dalam perjuangan dien secara total.

Dalam surat al-A’raaf ayat 176, Allah swt berfirman yang artinya sebagai berikut :

Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.

 Dengan sejarah umat Islam dituntut untuk berfikir (QS al-A’raaf : 176) dalam arti menjadikan sejarah sebagai pelajaran dan peringatan untuk menentukan langkah berikutnya dari suatu kesinambungan risalah dalam menggapai tujuan li ‘ila kalimatillâh.

Pengajaran ini akan berdampak pada program kerja yang akan dibuat, sebab secara otomatis sejarah telah menyajikan rumusan dan konsep dasar bagi program-program ilahi.

3.    Sejarah berfungsi sebagai peringatan

Selain menjelaskan fungsi sejarah, Al-Qur’an juga menegaskan tentang akhir dari perjalanan sejarah.  Menurut Al-Qur’an nasib  akhir sejarah adalah kemenangan keimanan atas kekafiran, kebajikan atas kemunkaran, kenyataan ini merupakan satu janji dari Allah swt yang mesti terjadi.

Sejarah juga mempunyai fungsi sebagai Nakala, yaitu peringatan terhadap generasi berikutnya melalui peristiwa yang yang menimpa generasi sebelumhya. Misal Allah menyiksa ummat dan para pelanggar ketentuan Allah (Qs. 2:66)

“Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang dimasa itu, dan bagi mereka yang datang Kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.”

Sejarah tidak akan berfungsi kalau tidak dihayati serta dipahami akan makna dan nilai dari setiap peristiwa sejarah. Banyak ayat al-Qur’an yang memerintahkan untuk melakukan penelitian (tandzirun) terhadap peristiwa sejarah. (Qs. 47:10 ; 12:109)

“Maka Apakah mereka tidak Mengadakan perjalanan di muka bumi sehingga mereka dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka; Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima (akibat-akibat) seperti itu.(QS 47:10)

Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya diantara penduduk negeri. Maka tidakkah mereka bepergian di muka bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan Rasul) dan Sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memikirkannya? (QS 12:109)

Melalui pengkajian sejarah maka tidak akan ada setiap peristiwa besar atau kecil menjadi sia-sia tanpa tujuan. Aktifitas tandzirun tidak akan melahirkan zikra (peringatan), jika tidak dilandasi tadabbur (membaca ayat Kalamiyah Al-Qur’an).
Perjalanan suatu peristiwa sejarah ini tiada lain adalah sebagai ibadah kepada Allah dengan melaksanakan misi Ilahi yang diembankan kepada kita; sebagai jalan untuk menghantarkan kita pada tujuan tertinggi dalam kehidupan ini yakni tercapainya Rahmat dan Mardhatillah fi ad-dunya wa al-akhirah (Qs. 9 : 72)

Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga 'Adn. dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar. (QS 9:72)

4.    Sejarah sebagai sumber kebenaran

Manusia selalu bertanya tentang siapa sebenarnya dirinya sendiri, berasal dari mana, harus menjalankan apa, dan akan kemana arah kehidupan ini. Pertanyaan-pertanyaan semacam itu telah terjawab secara jelas melalui kitab suci Al-Qur’an.

Sebagai hudan, artinya sejarah memberi petunjuk arah bagi manusia. Orang yang memahami sejarah akan mengerti bahwa kehidupan ini dimulai dari mana, bagaimana menjalani hidup yang sebenarnya dan akan kemana perjalanan hidup ini berakhir. Jadi sejarah akan menerangi setiap langkah yang telah, sedang dan akan dijalani (Qs. 4 : 137-138 ; 12 : 111)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman kemudian kafir, kemudian beriman (pula), kamudian kafir lagi, kemudian bertambah kekafirannya, Maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka, dan tidak (pula) menunjuki mereka kepada jalan yang lurus. Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih,” (QS 4:137-138)

Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (QS 12:111)

Sejarah sebagai tashdiq (membenarkan, meneguhkan), maksudnya sejarah menjadi legalitas (landasan kebenaran). Landasan kebenaran sejarah hari ini diukur dari peristiwa sejarah masa lalu; apakah ada kesinambungan dan kesesuaian antara sejarah hari ini dengan sejarah ummat masa lalu. Kesinambungan utama adalah : tidak terputusnya misi tauhid dan adanya kesamaan visi dan misi ideologi yang diperjuangkan dan ditegakan.

Sejarah merupakan wujud dari curahan kasih sayang dan kecintaan Allah yang dikaruniakan kepada hamba-Nya, yang melibatkan diri dalam proses sejarah. Disitulah akan dapat merasakan bagaimana rahmaniyyah dan rahimiyyah-Nya. (Qs. 4:95-96; 3:159). Rahmat ini hanya diberikan kepada hamba-hamba pilihan-Nya yakni mereka yang beriman, berhijrah dan berjihad fisabilillah (Qs. 2:218 dan 157). Mereka disebut sebagai golongan yang mendapat nikmat Allah (Qs. 1:7 ; 4:69).

“tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar, (yaitu) beberapa derajat dari pada-Nya, ampunan serta rahmat. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS 4:95-96)

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS 2:218)

Dan Barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, Yaitu: Nabi-nabi, Para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya. (Qs. 4 : 69)


Wahyu Indarto, 22 Rabiuts Tsani 1437 H
Referensi
Al-Qur’anul Kariim
Fungsi Sejarah menurut Al-Qur’an oleh Kopral Cepot (Serbasejarah.wordpress.com)




Share:

0 komentar:

Posting Komentar