Upaya Memahami
Sejarah
Orang yang sedang memancing di
pinggir sungai dan senar pancingnya dibawa arus, pasti berpikir bahwa air di
tempat itu deras, lalu ia berpindah tempat, sesuai dengan naluri
pemancingannya. Akan tetapi, yang sering dilupakannya ialah air itu menjadi
deras karena tanahnya terlalu miring. Bahkan ia lupa bahwa air itu mengalir ke
bawah, karena tanah di bawah sungai itu menurun.
Demikian
juga kalau kita sedang menunggu Angkutan Kota di pinggir jalan, kita hanya
melihat bahwa mobil-mobil hilir mudik. Yang kita lupakan ialah jalan itu
berhubungan dengan jalan lain terus-menerus dan membentuk jaringan. Tanah
miring yang menggerakan air sungai diatasnya dan jaringan jalan tempat Angkutan
Kota dan mobil-mobil hilir mudik itu adalah kekuatan-kekuatan sejarah yang
menggerakan tetapi luput dari pandangan karena letaknya yang tersembunyi atau
terlalu abstrak untuk di bayangkan.
Demikianlah,
orang hanya mengenal peristiwa-peristiwa di permukaan, tetapi tidak mengetahui
apa yang memungkinkan peristiwa itu terjadi.
Carl
G.Gustavson dalam A Preface of History mengidentifikasi enam kekauatan sejarah,
yaitu (1) ekonomi, (2) agama, (3) institusi (terutama politik), (4) teknologi,
(5) ideology, dan (6) militer. Kita masih dapat menambahkannya : (1) individu,
(2) seks, (3) umur, (4) golongan, (5) etnis dan ras, (6) mitos dan (7) budaya.
Ekonomi sebagai kekuatan sejarah.
Dari
sejarah dunia kita belajar bahwa terciptanya Jalan Sutera dari Tiongkok ke
Eropa ialah karena kepentingan ekonomi. Eksplorasi Eropa ke dunia Timur
sebagian besar karena alas an ekonomi. Kedatangan orang-orang Eropa di Amerika
bagian selatan, perdagangan perbudakan, dan kedatangan para pengejar “ American
Dream” karena alas an itu pula.
Barangkali
karena alas an ekonomilah Trunojoyo menyerang Mataram; Madura selalu bersaing
dengan Jawa; dank arena blockade Belanda telah menghentikan arus ekonomi dari
Jawa ke Madura, terpaksalah sebagian elit politik Madura menerima pembentukan
Negara Madura sesudah Proklamasi 1945.
Agama sebagai kekuatan sejarah.
Munculnya
agama Kristen, masuknya Kristen ke Eropa, dan terbentuknya Zaman Pertengahan di
Eropa sebagian besar dapat dijelaskan dengan agama. Demikian juga gerakan
Kontra-Reformasi.
Pada
zaman pergerakan nasional, gerakan yang khusus keagamaan diantaranya ialah
Muhammadiyah (1912) dan Nahdlatul Ulama (1926). Muhammadiyah adalah gerakan
“amar ma’ruf nahi munkar” yang berusaha kembali kepada sumbernya yaitu
al-Qur’an dan Hadist. Karena itu ia harus menghadapi budaya Jawa yang dianggap
penuh kurafat dan ajaran Islam yang ada dianggap penuh bid’ah.
Reaksi
terhadap Muhammadiyah yang antimazhab dan Syarekat Islam yang penuh politik,
lahirlah Nahdlatul Ulama yang menegaskan kembali pentingnya mazhab yang
jumlahnya empat (Syafi’i, Hambali, Maliki dan Hanafi) dan sebuah gerakan agama
yang non politik.
Institusi sebagai kekuatan
sejarah.
Sejak
zaman klasik, Yunani selalu bermusuhan dengan Sparta dan Persia karena
perbedaan institusi. Yunani selalu digambarkan sebagai sebuah Republik yang
demokratis sementara Sparta dan Persia adalah tirani.
Dalam
sejarah Indonesia, institusi, terutama Negara juga merupakan kekuatan yang
menggerakan sejarah.
Yang
akan menulis sejarah politik, mungkin puas dengan melihat institusi politik.
Akan tetapi, bagi penulis sejarah social atau sejarah ekonomi dapat melihat
kekuatan sejarah di belakang institusi. Sejarah itu bisa berlapis-lapis.
Ideologi sebagai kekuatan sejarah.
Gerakan
Nasionalisme merupakan ideology yang melahirkan banyak lembaga politik. Sebagai
gerakan yang dipengaruhi oleh romantisme, nasionalisme juga juga mempunyai
pengaruh dalam kesusastraan. Poedjangga Baroe yang didefinisikan seni sebagai
gerakan sukma, terbagi ke dalam dua kubu. Kubu pertama melihat Indonesia lebih
sebagai Timur dan kubu kedua yang lebih memilih Barat sebagai model.
Militer sebagai kekuatan sejarah.
Selain
bangsa Belanda, pada zaman Belanda diangkat orang-orang Indonesia sebagai
tentara. Para raja pribumi juga diwajibkan untuk membentuk pasukan.
Demikianlah, misalkan, Barisan Madura dipakai Belanda untuk memadamkan Perang
Aceh. Dalam Perang Dipenogoro peran serdadu Belanda tidak terpisahkan dari
penyelesaian perang. Mereka lebih professional dari tentara Dipenogoro yang
kebanyakan pasti direkrut dari penduduk.
Dan
masih banyak lagi komponen lainnya yang menjadi kekuatan sejarah. Kekuatan
sejarah itu berjalan seperti api dalam sekam. Kita mengira politik itu menentukan, sehingga
kita membayar mahal untuk pesta demokrasi, untuk memegang kekuasaan dan
kemenangan. Kita tidak tahu bahwa politik itu hanya sepersekian dari kekuatan
sejarah. Kadang kekuatan-kekuatan sejarah itu berjalan sendiri, kadang-kadang
terjadi secara bersamaan. SEBUAH REVOLUSI TERJADI BILA KEKUATAN-KEKUATAN SEJARAH BERGABUNG.
Sumber ; BUKU “ Pengantar Ilmu Sejarah”,
Kuntowijoyo,
0 komentar:
Posting Komentar