Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dan hendaklah Setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.
“Perhatikan sejarahmu untuk masa
depanmu”, itulah ungkapan yang bisa kita ambil dari ayat diatas.
Sebenarnya, saat manusia hidup saat ini.
Mereka tanpa sadar sedang menjalani proses demi menciptakan sejarahnya sendiri.
Sebab, apa yang hari ini kita lakukan akan menjadi sejarah dimasa mendatang.
Begitupun juga dengan suatu kaum atau bangsa, sejatinya sedang menciptakan
sejarahnya untuk generasi penerusnya.
Sungguh bahwa manusia pada dasarnya Allah
ciptakan dimuka bumi ini dengan suatu fungsi yang amat mulia yaitu sebagai
khalifah. Khalifah artinya adalah pengganti atau dalam maknanya “yang datang
setelahnya”. Layaknya sebuah pohon yang dalam kehidupannya terus ber-regenerasi
tanpa henti, hingga Allah Swt berkenan memusnahkannya dari bumi ini. Bibit yang
dihasilkan sebuah pohon tidak hanya satu bahkan ratusan atau ribuan. Namun
setiap bibit memiliki pertumbuhan yang berbeda. Ada bibit yang dari awal tumbuh
tidak subur, ada yang subur hingga menjadi tumbuhan yang lebat. Disini dapat
diambil penegasan bahwa setiap bibit yang lahir, telah menciptakan sejarahnya
sendiri.
Perumpamaan ini ternyata sama dengan
kehidupan manusia. Manusia yang lahir dengan status sebagai “pengganti”
(khalifah). Maka secara tak langsung manusia memiliki tugas yaitu “menciptakan
perubahan sejarah”. Namun perlu difahami bahwa untuk menciptakan sejarah,
perlu sekali menengok sejarah masa lalu pendahulu yang telah tiada. Setidaknya
generasi terdahulu telah menciptakan sejarahnya sendiri, namun sejarah mereka mengandung
ibroh yang dahsyat.
Melihat dari generasi sebelumnya telah
tercatat berbagai macam karakter dan jalan hidup mereka, sehingga jalan tadilah
yang menentukan benar-tidaknya perjalanan mereka.
Al-qur’an telah memberikan gambaran
tentang bagaimana kesudahan orang-orang terdahulu dengan sejarah yang mereka
buat. Hingga oleh Allah SWT dibagi menjadi tiga karakter, yaitu (1) yang diberi
nikmat (diridhoi), (2) dimurkai, dan (3) disesatkan. Sesungguhnya ini
disebabkan karena jalan hidup yang mereka tempuh. Tentunya hal inilah yang
harus dijadikan ibroh bagi yang hidup hari ini dan yang akan datang. Sebagai contoh,
jika karakter dan jalan hidup kita seperti orang-orang yang diber nikmat maka
kita akan menutup lembaran sejarah yang kita buat ini dengan keridhoan Sang
Maha Khalik, sebaliknya jika jalan hidup kita seperti orang-orang yang dimurkai
dan sesat, maka kesudahannya adalah azab dan kehinaan di dunia dan akhirat.
Sebab itu, sejarah adalah kacamata yang
cocok untuk melihat bagaimana seharusnya menjadi generasi pengganti yang baik. Tapi
yang sangat fundamental disini adalah bahwa Al-Qur’an dan Al-Hadits harus
dijadikan pedoman dalam semua itu. Sebab, sepertiga isi Qur’an berisi tentang
kisah. Dengan demikian, betapa berkepentingannya
kita terhadap kajian-kajian kesejarahan dalam kedua sumber tersebut. Menangkap
pesan-pesan sejarah untuk menciptakan sejarah, untuk mengetahui “pohon sejarah”
apa yang sedang dibuat. “Kasyajaratin thayyibah” pohon
sejarah yang sukses dengan pondasi akar yang kuat, batang yang menjulang dan
ranting yang rindang serta buah sejarah yang bisa dinikmati sepanjang musim. “Kasyajaratin khabisyah”
pohon sejarah yang rapuh, akar yang tercabut dari bumi, tidak ajeg dalam
hidup yang akhirnya mudah runtuh dan rubuh.
Ketika petunjuk Allah digunakan sebagai pedoman, ia diibaratkan sebagai
“pelita kaca” yang bercahaya seperti mutiara dan dinyalakan dengan bahan bakar min
syajaratin mubarakah (Q.S. 24: 35). Sementara, bagi yang mencoba
menciptakan sejarah dengan menjauhkan dirinya dari petunjuk Allah, hasilnya
hanyalah akan menumbuhkan sebatang “pohon pahit” (Q.S. 37: 62, 64 dan Q.S. 44:
43).
Mengapa Allah memberikan rumusan, untuk memperoleh masa depan, harus
menoleh kemasa lalu? Ada apa kisah sejarah dalam Al-Quran dapat digunakan
sebagai pedoman untuk “Mengubah Sejarah” ditempat berbeda, dan waktu yang tidak
sama? Sungguh sejarah memberikan Mau’idzah (pelajaran) yang membuat umat Islam
dzikra (sadar) sebagai aktor sejarah, untuk menciptakan sejarah yang benar.
Dan semua kisah dari Rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah
yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu
kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman. (Q.S
11: 120)
Pohon kehidupan di muka bumi ini telah Allah tanam sejak Allah menciptakan
Adam a.s dan Ibnu Adam (keturunannya) untuk mengemban amanah penegakan
kekuasaan Allah di bumi sebagai Khalifah Allah, wakil atau mandataris Allah.
Inilah pohon kehidupan yang dikehendaki oleh Sang Maha Pencipta Raja seluruh
Alam semesta. Pohon “Kasyajaratin thayyibah”.
Jadi, setidaknya ada 4 fungsi sejarah
dalam Al-Qur’an, QS Hud : 120;
Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami
ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu;
dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran
dan peringatan bagi orang-orang yang beriman. (Q.S 11: 120)
1. Sejarah berfungsi
sebagai Peneguh Hati
Dalam bahasa Al-Qur’an, Allah menegaskan
bahwa Dia telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal sholeh,
akan menjadikan mereka sebagai penguasa di muka bumi, Allah akan meneguhkan
dien (agama) yang diridhoinya, dan mengganti rasa takut dengan rasa aman.
Semuanya tercantum dalam QS an-Nur ayat 55 sebagai berikut :
Allah telah menjanjikan kepada orang-orang
yang beriman di antara kamu dan mengerjakan kebajikan bahwa Dia sungguh-sungguh
akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan
orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi
mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka. Dan Dia benar-benar akan
mengubah (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman
sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu
apapun dengan aku. dan Barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka
mereka Itulah orang-orang yang fasik.
Dengan sejarah Orang-orang yang senantiasa
diatas jalan kebenaran akan merasa teguh dan yakin sepenuhnya, bahwa apa yang
sedang dikerjakan tidaklah sis-sia, dan justru akan membawa keberuntungan.
Keteguhan hati ini membuat para mu’minin
semakin tidak tergoyahkan dan semakin solid, bahkan tidak takut akan intimidasi
dari par musuh-musuhnya. Sebab disitu ada peran Allah langsung dalam menjaga
hati orang-orang mukmin.
2. Sejarah berfungsi
sebagai pengajaran
Sejarah merupakan pendidikan (Mau’idzah)
Allah terhadap kaum muslimin, sebagai peringatan dalam menjalani sunnah Rasul. Pelajaran
yang Allah berikan dengan tujuan melahirkan sosok ummat yang memiliki kualitas
mu’min, mujahid, istiqomah, shalihun dan shabirun. Ummat yang memiliki kualitas
seperti ini baru bisa diperoleh melalui interaksi dan keterlibatan diri secara
langsung dalam perjuangan dien secara total.
Dalam surat al-A’raaf ayat 176, Allah swt
berfirman yang artinya sebagai berikut :
Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya
Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada
dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti
anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya
dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu
agar mereka berfikir.
Dengan
sejarah umat Islam dituntut untuk berfikir (QS al-A’raaf : 176) dalam arti
menjadikan sejarah sebagai pelajaran dan peringatan untuk menentukan langkah
berikutnya dari suatu kesinambungan risalah dalam menggapai tujuan li
‘ila kalimatillâh.
Pengajaran ini akan berdampak pada program
kerja yang akan dibuat, sebab secara otomatis sejarah telah menyajikan rumusan
dan konsep dasar bagi program-program ilahi.
3. Sejarah berfungsi
sebagai peringatan
Selain menjelaskan fungsi sejarah,
Al-Qur’an juga menegaskan tentang akhir dari perjalanan sejarah. Menurut
Al-Qur’an nasib akhir sejarah adalah kemenangan keimanan atas kekafiran,
kebajikan atas kemunkaran, kenyataan ini merupakan satu janji dari Allah swt
yang mesti terjadi.
Sejarah juga mempunyai fungsi sebagai Nakala,
yaitu peringatan terhadap generasi berikutnya melalui peristiwa yang yang
menimpa generasi sebelumhya. Misal Allah menyiksa ummat dan para pelanggar
ketentuan Allah (Qs. 2:66)
“Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang dimasa
itu, dan bagi mereka yang datang Kemudian, serta menjadi pelajaran bagi
orang-orang yang bertakwa.”
Sejarah tidak akan berfungsi kalau tidak
dihayati serta dipahami akan makna dan nilai dari setiap peristiwa sejarah.
Banyak ayat al-Qur’an yang memerintahkan untuk melakukan penelitian (tandzirun)
terhadap peristiwa sejarah. (Qs. 47:10 ; 12:109)
“Maka Apakah mereka tidak Mengadakan perjalanan di muka bumi sehingga
mereka dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka;
Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan
menerima (akibat-akibat) seperti itu.” (QS 47:10)
Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang Kami
berikan wahyu kepadanya diantara penduduk negeri. Maka tidakkah mereka
bepergian di muka bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum
mereka (yang mendustakan Rasul) dan Sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih
baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memikirkannya? (QS
12:109)
Melalui pengkajian sejarah maka tidak akan
ada setiap peristiwa besar atau kecil menjadi sia-sia tanpa tujuan. Aktifitas
tandzirun tidak akan melahirkan zikra (peringatan), jika tidak dilandasi
tadabbur (membaca ayat Kalamiyah Al-Qur’an).
Perjalanan suatu peristiwa sejarah ini
tiada lain adalah sebagai ibadah kepada Allah dengan melaksanakan misi Ilahi
yang diembankan kepada kita; sebagai jalan untuk menghantarkan kita pada tujuan
tertinggi dalam kehidupan ini yakni tercapainya Rahmat dan Mardhatillah fi
ad-dunya wa al-akhirah (Qs. 9 : 72)
Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan
mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di
dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga 'Adn. dan keridhaan
Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar. (QS 9:72)
4. Sejarah sebagai sumber
kebenaran
Manusia selalu bertanya tentang siapa
sebenarnya dirinya sendiri, berasal dari mana, harus menjalankan apa, dan akan
kemana arah kehidupan ini. Pertanyaan-pertanyaan semacam itu telah terjawab
secara jelas melalui kitab suci Al-Qur’an.
Sebagai hudan, artinya sejarah
memberi petunjuk arah bagi manusia. Orang yang memahami sejarah akan mengerti
bahwa kehidupan ini dimulai dari mana, bagaimana menjalani hidup yang
sebenarnya dan akan kemana perjalanan hidup ini berakhir. Jadi sejarah akan
menerangi setiap langkah yang telah, sedang dan akan dijalani (Qs. 4 : 137-138
; 12 : 111)
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman kemudian kafir, kemudian beriman
(pula), kamudian kafir lagi, kemudian bertambah kekafirannya, Maka sekali-kali
Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka, dan tidak (pula) menunjuki
mereka kepada jalan yang lurus. Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa
mereka akan mendapat siksaan yang pedih,” (QS 4:137-138)
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi
orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat,
akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala
sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (QS 12:111)
Sejarah sebagai tashdiq (membenarkan,
meneguhkan), maksudnya sejarah menjadi legalitas (landasan kebenaran). Landasan
kebenaran sejarah hari ini diukur dari peristiwa sejarah masa lalu; apakah ada
kesinambungan dan kesesuaian antara sejarah hari ini dengan sejarah ummat masa
lalu. Kesinambungan utama adalah : tidak terputusnya misi tauhid dan
adanya kesamaan visi dan misi ideologi yang diperjuangkan dan ditegakan.
Sejarah merupakan wujud dari curahan kasih
sayang dan kecintaan Allah yang dikaruniakan kepada hamba-Nya, yang melibatkan
diri dalam proses sejarah. Disitulah akan dapat merasakan bagaimana
rahmaniyyah dan rahimiyyah-Nya. (Qs. 4:95-96; 3:159). Rahmat ini hanya
diberikan kepada hamba-hamba pilihan-Nya yakni mereka yang beriman, berhijrah dan
berjihad fisabilillah (Qs. 2:218 dan 157). Mereka disebut sebagai golongan yang
mendapat nikmat Allah (Qs. 1:7 ; 4:69).
“tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang
tidak mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan
harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan
harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. kepada
masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah
melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang
besar, (yaitu) beberapa derajat dari pada-Nya, ampunan serta rahmat. dan adalah
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS 4:95-96)
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan
berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS 2:218)
Dan Barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya),
mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh
Allah, Yaitu: Nabi-nabi, Para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan
orang-orang saleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya. (Qs. 4 : 69)
Wahyu Indarto, 22 Rabiuts Tsani 1437 H
Referensi
Al-Qur’anul Kariim
Fungsi Sejarah menurut Al-Qur’an oleh
Kopral Cepot (Serbasejarah.wordpress.com)