--untuk para pencari mutiara sejarah--

Minggu, 31 Januari 2016

KEKUATAN-KEKUATAN SEJARAH

Upaya Memahami Sejarah

Orang yang sedang memancing di pinggir sungai dan senar pancingnya dibawa arus, pasti berpikir bahwa air di tempat itu deras, lalu ia berpindah tempat, sesuai dengan naluri pemancingannya. Akan tetapi, yang sering dilupakannya ialah air itu menjadi deras karena tanahnya terlalu miring. Bahkan ia lupa bahwa air itu mengalir ke bawah, karena tanah di bawah sungai itu menurun.

Demikian juga kalau kita sedang menunggu Angkutan Kota di pinggir jalan, kita hanya melihat bahwa mobil-mobil hilir mudik. Yang kita lupakan ialah jalan itu berhubungan dengan jalan lain terus-menerus dan membentuk jaringan. Tanah miring yang menggerakan air sungai diatasnya dan jaringan jalan tempat Angkutan Kota dan mobil-mobil hilir mudik itu adalah kekuatan-kekuatan sejarah yang menggerakan tetapi luput dari pandangan karena letaknya yang tersembunyi atau terlalu abstrak untuk di bayangkan.

Demikianlah, orang hanya mengenal peristiwa-peristiwa di permukaan, tetapi tidak mengetahui apa yang memungkinkan peristiwa itu terjadi.

Carl G.Gustavson dalam A Preface of History mengidentifikasi enam kekauatan sejarah, yaitu (1) ekonomi, (2) agama, (3) institusi (terutama politik), (4) teknologi, (5) ideology, dan (6) militer. Kita masih dapat menambahkannya : (1) individu, (2) seks, (3) umur, (4) golongan, (5) etnis dan ras, (6) mitos dan (7) budaya.

Ekonomi sebagai kekuatan sejarah.
Dari sejarah dunia kita belajar bahwa terciptanya Jalan Sutera dari Tiongkok ke Eropa ialah karena kepentingan ekonomi. Eksplorasi Eropa ke dunia Timur sebagian besar karena alas an ekonomi. Kedatangan orang-orang Eropa di Amerika bagian selatan, perdagangan perbudakan, dan kedatangan para pengejar “ American Dream” karena alas an itu pula.
Barangkali karena alas an ekonomilah Trunojoyo menyerang Mataram; Madura selalu bersaing dengan Jawa; dank arena blockade Belanda telah menghentikan arus ekonomi dari Jawa ke Madura, terpaksalah sebagian elit politik Madura menerima pembentukan Negara Madura sesudah Proklamasi 1945.

Agama sebagai kekuatan sejarah.
Munculnya agama Kristen, masuknya Kristen ke Eropa, dan terbentuknya Zaman Pertengahan di Eropa sebagian besar dapat dijelaskan dengan agama. Demikian juga gerakan Kontra-Reformasi.

Pada zaman pergerakan nasional, gerakan yang khusus keagamaan diantaranya ialah Muhammadiyah (1912) dan Nahdlatul Ulama (1926). Muhammadiyah adalah gerakan “amar ma’ruf nahi munkar” yang berusaha kembali kepada sumbernya yaitu al-Qur’an dan Hadist. Karena itu ia harus menghadapi budaya Jawa yang dianggap penuh kurafat dan ajaran Islam yang ada dianggap penuh bid’ah.

Reaksi terhadap Muhammadiyah yang antimazhab dan Syarekat Islam yang penuh politik, lahirlah Nahdlatul Ulama yang menegaskan kembali pentingnya mazhab yang jumlahnya empat (Syafi’i, Hambali, Maliki dan Hanafi) dan sebuah gerakan agama yang non politik.

Institusi sebagai kekuatan sejarah.
Sejak zaman klasik, Yunani selalu bermusuhan dengan Sparta dan Persia karena perbedaan institusi. Yunani selalu digambarkan sebagai sebuah Republik yang demokratis sementara Sparta dan Persia adalah tirani.

Dalam sejarah Indonesia, institusi, terutama Negara juga merupakan kekuatan yang menggerakan sejarah.

Yang akan menulis sejarah politik, mungkin puas dengan melihat institusi politik. Akan tetapi, bagi penulis sejarah social atau sejarah ekonomi dapat melihat kekuatan sejarah di belakang institusi. Sejarah itu bisa berlapis-lapis.

Ideologi sebagai kekuatan sejarah.
Gerakan Nasionalisme merupakan ideology yang melahirkan banyak lembaga politik. Sebagai gerakan yang dipengaruhi oleh romantisme, nasionalisme juga juga mempunyai pengaruh dalam kesusastraan. Poedjangga Baroe yang didefinisikan seni sebagai gerakan sukma, terbagi ke dalam dua kubu. Kubu pertama melihat Indonesia lebih sebagai Timur dan kubu kedua yang lebih memilih Barat sebagai model.

Militer sebagai kekuatan sejarah.
Selain bangsa Belanda, pada zaman Belanda diangkat orang-orang Indonesia sebagai tentara. Para raja pribumi juga diwajibkan untuk membentuk pasukan. Demikianlah, misalkan, Barisan Madura dipakai Belanda untuk memadamkan Perang Aceh. Dalam Perang Dipenogoro peran serdadu Belanda tidak terpisahkan dari penyelesaian perang. Mereka lebih professional dari tentara Dipenogoro yang kebanyakan pasti direkrut dari penduduk.

Dan masih banyak lagi komponen lainnya yang menjadi kekuatan sejarah. Kekuatan sejarah itu berjalan seperti api dalam sekam. Kita mengira politik itu menentukan, sehingga kita membayar mahal untuk pesta demokrasi, untuk memegang kekuasaan dan kemenangan. Kita tidak tahu bahwa politik itu hanya sepersekian dari kekuatan sejarah. Kadang kekuatan-kekuatan sejarah itu berjalan sendiri, kadang-kadang terjadi secara bersamaan. SEBUAH REVOLUSI TERJADI BILA KEKUATAN-KEKUATAN SEJARAH BERGABUNG.


Sumber ; BUKU  “ Pengantar Ilmu Sejarah”, Kuntowijoyo, 
Share:

Fungsi Sejarah menurut Al-Qur’an



Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

“Perhatikan sejarahmu untuk masa depanmu”, itulah ungkapan yang bisa kita ambil dari ayat diatas.

Sebenarnya, saat manusia hidup saat ini. Mereka tanpa sadar sedang menjalani proses demi menciptakan sejarahnya sendiri. Sebab, apa yang hari ini kita lakukan akan menjadi sejarah dimasa mendatang. Begitupun juga dengan suatu kaum atau bangsa, sejatinya sedang menciptakan sejarahnya untuk generasi penerusnya.

Sungguh bahwa manusia pada dasarnya Allah ciptakan dimuka bumi ini dengan suatu fungsi yang amat mulia yaitu sebagai khalifah. Khalifah artinya adalah pengganti atau dalam maknanya “yang datang setelahnya”. Layaknya sebuah pohon yang dalam kehidupannya terus ber-regenerasi tanpa henti, hingga Allah Swt berkenan memusnahkannya dari bumi ini. Bibit yang dihasilkan sebuah pohon tidak hanya satu bahkan ratusan atau ribuan. Namun setiap bibit memiliki pertumbuhan yang berbeda. Ada bibit yang dari awal tumbuh tidak subur, ada yang subur hingga menjadi tumbuhan yang lebat. Disini dapat diambil penegasan bahwa setiap bibit yang lahir, telah menciptakan sejarahnya sendiri.

Perumpamaan ini ternyata sama dengan kehidupan manusia. Manusia yang lahir dengan status sebagai “pengganti” (khalifah). Maka secara tak langsung manusia memiliki tugas yaitu “menciptakan perubahan sejarah”. Namun perlu difahami bahwa untuk menciptakan sejarah, perlu sekali menengok sejarah masa lalu pendahulu yang telah tiada. Setidaknya generasi terdahulu telah menciptakan sejarahnya sendiri, namun sejarah mereka mengandung ibroh yang dahsyat.

Melihat dari generasi sebelumnya telah tercatat berbagai macam karakter dan jalan hidup mereka, sehingga jalan tadilah yang menentukan benar-tidaknya perjalanan mereka.

Al-qur’an telah memberikan gambaran tentang bagaimana kesudahan orang-orang terdahulu dengan sejarah yang mereka buat. Hingga oleh Allah SWT dibagi menjadi tiga karakter, yaitu (1) yang diberi nikmat (diridhoi), (2) dimurkai, dan (3) disesatkan. Sesungguhnya ini disebabkan karena jalan hidup yang mereka tempuh. Tentunya hal inilah yang harus dijadikan ibroh bagi yang hidup hari ini dan yang akan datang. Sebagai contoh, jika karakter dan jalan hidup kita seperti orang-orang yang diber nikmat maka kita akan menutup lembaran sejarah yang kita buat ini dengan keridhoan Sang Maha Khalik, sebaliknya jika jalan hidup kita seperti orang-orang yang dimurkai dan sesat, maka kesudahannya adalah azab dan kehinaan di dunia dan akhirat.

Sebab itu, sejarah adalah kacamata yang cocok untuk melihat bagaimana seharusnya menjadi generasi pengganti yang baik. Tapi yang sangat fundamental disini adalah bahwa Al-Qur’an dan Al-Hadits harus dijadikan pedoman dalam semua itu. Sebab, sepertiga isi Qur’an berisi tentang kisah. Dengan demikian, betapa berkepentingannya kita terhadap kajian-kajian kesejarahan dalam kedua sumber tersebut. Menangkap pesan-pesan sejarah untuk menciptakan sejarah, untuk mengetahui “pohon sejarah” apa yang sedang dibuat. “Kasyajaratin thayyibah” pohon sejarah yang sukses dengan pondasi akar yang kuat, batang yang menjulang dan ranting yang rindang serta buah sejarah yang bisa dinikmati sepanjang musim. “Kasyajaratin khabisyah” pohon sejarah yang rapuh, akar yang tercabut dari  bumi, tidak ajeg dalam hidup yang akhirnya mudah runtuh dan rubuh.

Ketika petunjuk Allah digunakan sebagai pedoman, ia diibaratkan sebagai “pelita kaca” yang bercahaya seperti mutiara dan dinyalakan dengan bahan bakar min syajaratin mubarakah (Q.S. 24: 35). Sementara, bagi yang mencoba menciptakan sejarah dengan menjauhkan dirinya dari petunjuk Allah, hasilnya hanyalah akan menumbuhkan sebatang “pohon pahit” (Q.S. 37: 62, 64 dan Q.S. 44: 43).

Mengapa Allah memberikan rumusan, untuk memperoleh masa depan, harus menoleh kemasa lalu? Ada apa kisah sejarah dalam Al-Quran dapat digunakan sebagai pedoman untuk “Mengubah Sejarah” ditempat berbeda, dan waktu yang tidak sama? Sungguh sejarah memberikan Mau’idzah (pelajaran) yang membuat umat Islam dzikra (sadar) sebagai aktor sejarah, untuk menciptakan sejarah yang benar.

Dan semua kisah dari Rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman. (Q.S 11: 120)

Pohon kehidupan di muka bumi ini telah Allah tanam sejak Allah menciptakan Adam a.s dan Ibnu Adam (keturunannya) untuk mengemban amanah penegakan kekuasaan Allah di bumi sebagai Khalifah Allah, wakil atau mandataris Allah. Inilah pohon kehidupan yang dikehendaki oleh Sang Maha Pencipta Raja seluruh Alam semesta. Pohon “Kasyajaratin thayyibah”.

Jadi, setidaknya ada 4 fungsi sejarah dalam Al-Qur’an, QS Hud : 120;

Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman. (Q.S 11: 120)

1.    Sejarah berfungsi sebagai Peneguh Hati

Dalam bahasa Al-Qur’an, Allah menegaskan bahwa Dia telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal sholeh, akan menjadikan mereka sebagai penguasa di muka bumi, Allah akan meneguhkan dien (agama) yang diridhoinya, dan mengganti rasa takut dengan rasa aman.  Semuanya tercantum dalam QS an-Nur ayat 55 sebagai berikut :

Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan kebajikan bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka. Dan Dia benar-benar akan mengubah (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan aku. dan Barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka Itulah orang-orang yang fasik.

Dengan sejarah Orang-orang yang senantiasa diatas jalan kebenaran akan merasa teguh dan yakin sepenuhnya, bahwa apa yang sedang dikerjakan tidaklah sis-sia, dan justru akan membawa keberuntungan.

Keteguhan hati ini membuat para mu’minin semakin tidak tergoyahkan dan semakin solid, bahkan tidak takut akan intimidasi dari par musuh-musuhnya. Sebab disitu ada peran Allah langsung dalam menjaga hati orang-orang mukmin.

2.    Sejarah berfungsi  sebagai pengajaran

Sejarah merupakan pendidikan (Mau’idzah) Allah terhadap kaum muslimin, sebagai peringatan dalam menjalani sunnah Rasul. Pelajaran yang Allah berikan dengan tujuan melahirkan sosok ummat yang memiliki kualitas mu’min, mujahid, istiqomah, shalihun dan shabirun. Ummat yang memiliki kualitas seperti ini baru bisa diperoleh melalui interaksi dan keterlibatan diri secara langsung dalam perjuangan dien secara total.

Dalam surat al-A’raaf ayat 176, Allah swt berfirman yang artinya sebagai berikut :

Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.

 Dengan sejarah umat Islam dituntut untuk berfikir (QS al-A’raaf : 176) dalam arti menjadikan sejarah sebagai pelajaran dan peringatan untuk menentukan langkah berikutnya dari suatu kesinambungan risalah dalam menggapai tujuan li ‘ila kalimatillâh.

Pengajaran ini akan berdampak pada program kerja yang akan dibuat, sebab secara otomatis sejarah telah menyajikan rumusan dan konsep dasar bagi program-program ilahi.

3.    Sejarah berfungsi sebagai peringatan

Selain menjelaskan fungsi sejarah, Al-Qur’an juga menegaskan tentang akhir dari perjalanan sejarah.  Menurut Al-Qur’an nasib  akhir sejarah adalah kemenangan keimanan atas kekafiran, kebajikan atas kemunkaran, kenyataan ini merupakan satu janji dari Allah swt yang mesti terjadi.

Sejarah juga mempunyai fungsi sebagai Nakala, yaitu peringatan terhadap generasi berikutnya melalui peristiwa yang yang menimpa generasi sebelumhya. Misal Allah menyiksa ummat dan para pelanggar ketentuan Allah (Qs. 2:66)

“Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang dimasa itu, dan bagi mereka yang datang Kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.”

Sejarah tidak akan berfungsi kalau tidak dihayati serta dipahami akan makna dan nilai dari setiap peristiwa sejarah. Banyak ayat al-Qur’an yang memerintahkan untuk melakukan penelitian (tandzirun) terhadap peristiwa sejarah. (Qs. 47:10 ; 12:109)

“Maka Apakah mereka tidak Mengadakan perjalanan di muka bumi sehingga mereka dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka; Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima (akibat-akibat) seperti itu.(QS 47:10)

Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya diantara penduduk negeri. Maka tidakkah mereka bepergian di muka bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan Rasul) dan Sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memikirkannya? (QS 12:109)

Melalui pengkajian sejarah maka tidak akan ada setiap peristiwa besar atau kecil menjadi sia-sia tanpa tujuan. Aktifitas tandzirun tidak akan melahirkan zikra (peringatan), jika tidak dilandasi tadabbur (membaca ayat Kalamiyah Al-Qur’an).
Perjalanan suatu peristiwa sejarah ini tiada lain adalah sebagai ibadah kepada Allah dengan melaksanakan misi Ilahi yang diembankan kepada kita; sebagai jalan untuk menghantarkan kita pada tujuan tertinggi dalam kehidupan ini yakni tercapainya Rahmat dan Mardhatillah fi ad-dunya wa al-akhirah (Qs. 9 : 72)

Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga 'Adn. dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar. (QS 9:72)

4.    Sejarah sebagai sumber kebenaran

Manusia selalu bertanya tentang siapa sebenarnya dirinya sendiri, berasal dari mana, harus menjalankan apa, dan akan kemana arah kehidupan ini. Pertanyaan-pertanyaan semacam itu telah terjawab secara jelas melalui kitab suci Al-Qur’an.

Sebagai hudan, artinya sejarah memberi petunjuk arah bagi manusia. Orang yang memahami sejarah akan mengerti bahwa kehidupan ini dimulai dari mana, bagaimana menjalani hidup yang sebenarnya dan akan kemana perjalanan hidup ini berakhir. Jadi sejarah akan menerangi setiap langkah yang telah, sedang dan akan dijalani (Qs. 4 : 137-138 ; 12 : 111)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman kemudian kafir, kemudian beriman (pula), kamudian kafir lagi, kemudian bertambah kekafirannya, Maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka, dan tidak (pula) menunjuki mereka kepada jalan yang lurus. Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih,” (QS 4:137-138)

Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (QS 12:111)

Sejarah sebagai tashdiq (membenarkan, meneguhkan), maksudnya sejarah menjadi legalitas (landasan kebenaran). Landasan kebenaran sejarah hari ini diukur dari peristiwa sejarah masa lalu; apakah ada kesinambungan dan kesesuaian antara sejarah hari ini dengan sejarah ummat masa lalu. Kesinambungan utama adalah : tidak terputusnya misi tauhid dan adanya kesamaan visi dan misi ideologi yang diperjuangkan dan ditegakan.

Sejarah merupakan wujud dari curahan kasih sayang dan kecintaan Allah yang dikaruniakan kepada hamba-Nya, yang melibatkan diri dalam proses sejarah. Disitulah akan dapat merasakan bagaimana rahmaniyyah dan rahimiyyah-Nya. (Qs. 4:95-96; 3:159). Rahmat ini hanya diberikan kepada hamba-hamba pilihan-Nya yakni mereka yang beriman, berhijrah dan berjihad fisabilillah (Qs. 2:218 dan 157). Mereka disebut sebagai golongan yang mendapat nikmat Allah (Qs. 1:7 ; 4:69).

“tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar, (yaitu) beberapa derajat dari pada-Nya, ampunan serta rahmat. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS 4:95-96)

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS 2:218)

Dan Barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, Yaitu: Nabi-nabi, Para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya. (Qs. 4 : 69)


Wahyu Indarto, 22 Rabiuts Tsani 1437 H
Referensi
Al-Qur’anul Kariim
Fungsi Sejarah menurut Al-Qur’an oleh Kopral Cepot (Serbasejarah.wordpress.com)




Share:

Kamis, 28 Januari 2016

Apa Makna Syajaratun?


Entah apa yang membuat sejarawan dan orang-orang Indonesia menggunakan kata syajaratun sebagai kata serapan dalam mengistilahkan kata sejarah
Secara terminologis, kata “sejarah” diambil dari bahasa Arab, “syajaratun” yang berarti pohon. Secara istilah, kata ini memberikan gambaran sebuah pertumbuhan peradaban manusia dengan filosofi “pohon”. Pohon tumbuh bermula dari biji yang kecil menjadi pohon yang lebat dan rindang serta berkesinambungan.

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa pohon adalah penghasil oksigen terbesar bagi kelangsungan hidup makhluk hidup, yaitu untuk bernafas. Namun, sebenarnya pohon tak sekedar tumbuhan yang hidup dan menjadi penghasil oksigen, tetapi cara dan bagaimana dia tumbuh, serta organ-organ pendukungnya bisa dijadikan inspirasi. Bahkan Al-Qur’an telah memberi analogi ini sejak 15 abad yang lalu.

Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada Setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.

Pohon bisa tumbuh menjadi besar dan kuat berawal dari sebuah biji, yang kemudian tumbuh berakar kuat menancap di tanah hingga menumbuhkan batang, cabang dan ranting yang kuat sampai akhirnya menjadi pohon yang rindang / lebat. Tak berakhir sampai disitu, pohon tadi akan terus menghasilkan buah yang menyenangkan hati bagi penanamnya. Hingga biji-biji yang tersimpan di dalam buah nantinya akan jadi tunas-tunas baru. Bila pohon itu sehat, berbuah dan tumbuhnya proposional serta kokoh akan mampu tahan terhadap penyakit, terpaan angin, hujan, atau hal-hal lain yang mengancam dirinya dari luar. Karena begitu rindangnya pohon tadi, akan ada banyak makluk lain yang tinggal di sekeliling pohon itu. Sehingga pohon tadi seolah seperti tempat tinggal dan sumber kehidupan.

Singkat kata, syajarah memberi gambaran tentang gerak perubahan sebuah kehidupan. Sedangkan hubungan antara filosofi pohon dengan pengertian sejarah adalah sejarah merupakan ilmu yang mempelajari tentang gerak perubahan-perubahan manusia dan karakter-karakternya. Perjalanan hidup manusia itu bahkan seperti pohon, dari lahir manusia tumbuh hingga menjadi besar bersama dengan manusia-manusia yang lain membentuk sebuah komunitas dan dengan komunitas itulah segala kebutuhan dan aktivitas dapat berjalan dengan lancar. Sehingga dengan kerjasama antar satu dengan yang lain dalam sebuah komunitas (bangsa/kaum) manusia mencapai kejayaan atau bahkan kehancuran. Sehingga dengan pasti gerak perubahan manusia itu menuju pada arah kejayaan atau kehancuran yang dengannya manusia terkadang tidak menyadarinya. Begitu seterusnya hingga generasi-generasi penerusnya mencapai salah satu dari dua hal tersebut. Itulah sejarah... yang kita bisa ambil dari sejarah adalah makna dari perubahan-perubahan yang telah dibuat oleh para pendahulu kita. Sehingga kita bisa ambil itu menjadi pelajaran untuk digunakan sebagai petunjuk dalam kehidupan masa mendatang.

Maka sesungguhnya, dari petunjuk Al Qur’an, bahwa pengertian “syajarah” berkaitan erat dengan “perubahan”. Dan perubahan yang dimaksud bermakna “gerak” kehidupan manusia. Gerak kehidupan itu adalah dalam rangka menerima dan menjalankan fungsinya sebagai “khalifah” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 30). Maka tugas hidup manusia dimuka bumi adalah :” menciptakan perubahan sejarah” (khalifah).

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

Terakhir, dalam memahami gerak sejarah yang dilalui oleh generasi pendahulu, maka harus ada kemampuan menangkap pesan tersirat (Ibroh) di dalamnya. Sebagaimana QS. Yusuf [12]: 111;

Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran (ibroh) bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.

Menangkap pesan-pesan sejarah sejatinya adalah untuk menciptakan sejarah itu sendiri, sebab untuk mengetahui “pohon sejarah” apa yang sedang dibuat. “Kasyajaratin thayyibah” pohon sejarah yang sukses dengan fondasi akar yang kuat, batang yang menjulang dan ranting yang merindang serta buah sejarah yang bisa dinikmati sepanjang musim. Atau justru “Kasyajaratin khabisyah” pohon sejarah yang rapuh, akar yang tercabut dari  bumi, tidak ajeg dalam hidup yang akhirnya mudah runtuh dan rubuh.


Penulis: Wahyu Indarto (17 Rabiuts Tsani 1437 Hijriah)
Dari berbagai referensi;

Al-Qur’anul Karim (terjemahan)
Share:

Senin, 25 Januari 2016

Al-qur’an Menyuruh untuk Belajar Sejarah


Al-Qur’an merupakan pedoman dan petunjuk paling utama dan fundamental bagi umat islam. Sebagai pedoman, Al-Qur’an adalah rujukan bagi umat untuk membentuk pribadi, kelompok maupun bangsa untuk diakui mulia oleh Sang Pemilik alam semesta. Dampak kemuliaan hidup manusia tidak hanya akan dirasakan oleh individu-individu tertentu saja, melainkan juga oleh seluruh alam semesta kecuali yang menentangnya. Sekali lagi, Al-Qur’an adalah petunjuk hidup manusia, maka sedah seharusnya manusia menjadikannya sebagai pedoman dalam hidupnya, tidak hanya digunakan ketika sujud kepada Tuhan-nya tapi juga digunakan untuk seluruh aktivitasnya mulai dari hal terkecil hingga terbesar, paling sederhana hingga yang kompleks.

Dalam membentuk individu maupun masyarakat banyak yang memiliki kualitas hidup yang baik maka Alqur’anlah jawabannya, tentu Alqur’an harus dijadikan sumber utama semua sistem hidup manusia.

Lalu bagaimana cara Al-Qur’an mengajarkan tentang cara hidup yang baik? Ternyata dengan menyajikannya dalam bentuk Kisah atau Sejarah!

Dalam al-Qur’an, surat yang pertama adalah surat al-Fâtihah, yang merupakan bagian pembuka atau pendahuluan. Surat ini merupakan surat yang paling sering dibaca, bahkan surat ini biasanya dihafal terlebih dahulu oleh masyarakat sebelum surat-surat yang lain. Di dalamnya mengandung do’a, sehingga merupakan do’a yang sering dipanjatkan oleh umat muslim, setidaknya tujuh belas kali sehari semalam, yakni pada saat melakukan shalat fardhu.

Pesan tersirat tentang perintah untuk belajar sejarah sangat kuat terlihat dalam surat al-Fâtihah ini. Hal tersebut tampak pada ayat 6 dan 7 yang artinya sebagai berikut :
"Tunjukilah kami jalan yang lurus. (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat."[1]

Inilah do’a yang sering kaum muslimin memanjatkannya dalam sehari-hari. Awal surat dalam al-Qur'an itu ternyata menyiratkan perintah untuk belajar sejarah dan mengetahui secara historis tentang generasi masa lampau. Mungkin banyak yang tidak sadar, walaupun setiap hari setiap Muslim pasti mengucapkannya, tetapi banyak yang tidak memiliki kesadaran untuk membaca, mengkaji, mendalami sejarah Islam. Sehingga hasil akhirnya tidak dapat diperoleh, karena tidak dapat petunjuk tentang siapa dan bagaimana sepak terjang atau kiprah orang-orang terdahulu yang diberi nikmat oleh Allah SWT, dimurkai, dan sesat.

Pada ayat yang ketujuh dari surat al-Fâtihah ini perintah tersirat untuk belajar sejarah itu bisa kita dapatkan. Ada tiga kelompok yang disebutkan dalam ayat terakhir ini: (1) Kelompok yang telah diberi nikmat oleh Allah; (2) Kelompok yang dimurkai Allah (3) Kelompok yang sesat. Ketiga kelompok ini adalah generasi yang telah berlalu, generasi di masa lalu yang telah mendapatkan satu dari ketiga hal tersebut.
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya[2] menjelaskan bahwa kelompok pertama  (yang diberi nikmat oleh Allah) adalah: para Nabi, para shiddiqin, para syuhada' dan para shalihin, semua yang hadir dalam dalam do’a, mereka yang telah meninggal, yang dijelaskan lebih detail dalam Surat an-Nisâ: 69-70.

“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin[3], orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui.”

Ini adalah pesan tersirat pertama agar umat Islam rajin melihat sejarah hidup mereka. Untuk tahu dan bisa meneladani mereka, agar bisa mengetahui nikmat seperti apakah yang mereka rasakan sepanjang hidupnya, sehingga bisa mengikuti jalan lurus yang pernah mereka tempuh sekaligus bisa merasakan nikmat yang telah mereka rasakan. Hebatnya perjalanan hidup mereka tercatat rapi dalam sejarah.

Imam Ibnu Katsir  kembali menjelaskan[4] bahwa mereka yang mendapat nikmat adalah mereka yang berhasil menggabungkan antara ilmu dan amal. Adapun kelompok kedua (kelompok yang dimurkai) adalah kelompok yang mempunyai ilmu tetapi kehilangan amal, sehingga mereka dimurkai. Kelompok ini diwakili oleh Yahudi. Sedangkan kelompok ketiga (kelompok yang sesat) adalah masyarakat Nasrani.
Ada banyak kisah yang dipaparkan al-Qur’an dengan tujuan untuk mendidik, bukan semata untuk bercerita, untuk memberikan pelajaran moral, untuk mengajarkan bahwa di masa lalu Tuhan selalu memberikan balasan pahala kepada orang-orang baik dan menghukum orang-orang jahat. Keragaman kisah itu misalnya tentang kisah Nabi Yusuf as yang merupakan kisah yang paling menarik dan paling realis, atau jawaban Nabi Ibrahim as dalam mengajak kaumnya untuk menyembah Tuhan yang Esa.[5]

Dalam al-Qur’an setidaknya sepertiga isinya menceritakan tentang sejarah dan kisah-kisah perjalanan umat terdahulu serta pelajaran dari sejarah bangsa-bangsa. Inilah cara Allah SWT mengajarkan hambanya untuk menjadi manusia yang mulia, yaitu dengan melihat kesudahan orang-orang terdahulu. Tentu semua sejarah itu mengandung ibroh atau hikmah sebagai pijakan umat yang hidup hari ini, supaya dapat melalui jalan yang benar.
Dari banyaknya ayat Qur’an yang berbicara tentang sejarah menjadi bukti bahwa sejarah itu penting untuk dipelajari sampai pada akar-akarnya dan sebagai cerminan bagi kehidupan di masa yang akan datang.

Terakhir, bahwa sebenarnya sejarah yang diajarkan oleh Allah lewat Al-Qur’an pada intinya ingin menyampaikan prinsip dasar bahwa manusia yang hidup dari pertama diciptakan hingga saat ini, cuma terbagi menjadi dua golongan yaitu (1) yang mengikuti Al-Qur’an dan (2) yang tidak mengikuti Al-Qur’an. Sehingga kepada manusia yang hidup saat ini hanya ada dua pilihan, mengikuti kebenaran atau mengikuti kebatilan.


Penulis: Wahyu Indarto
Dari berbagai sumber;

Al-Qur’anul Kariim
Philip K. Hitti, History of the Arabs. (terjemah) (Jakarta : Serambi Ilmu Semesta, 2010)
Tafsir Ibnu Katsir Juz 1. Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2004





[1] Ihdina (tunjukilah kami), dari kata hidayaat: memberi petunjuk ke suatu jalan yang benar. Yang dimaksud dengan ayat ini bukan sekedar memberi hidayah saja, tetapi juga memberi taufik. Yang dimaksud dengan mereka yang dimurkai dan mereka yang sesat ialah semua golongan yang menyimpang dari ajaran Islam. Lihat Al-Qur’anul Kariim.
[2] Tafsir Ibnu Katsir Juz 1. Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2004. halaman 35
[3] Ialah: orang-orang yang amat teguh kepercayaannya kepada kebenaran Rasul, dan inilah orang-orang yang dianugerahi nikmat sebagaimana yang tersebut dalam surat Al Faatihah ayat 7.
[4] Tafsir Ibnu Katsir Juz 1. Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2004. halaman 36
[5] Philip K. Hitti, History of the Arabs. (terjemah) (Jakarta : Serambi Ilmu Semesta, 2010), hlm. 157.
Share: